Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Singkat Berdirinya LPMP Jawa Timur

 

Sejarah Kelembagaan

Sebelum kita mengenal lebih jauh mengenai sejarah berdirinya LPMP Jawa Timur mari kita mengenal terlbihdahulu tentang lembaga di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani peningkatan kompetensi guru dalam upaya penjaminan mutu pendidikan di Indonesia.
Bermula pada tahun 1970, IKIP Malang cabang Madiun dilikuidasi, sebagian karyawan dan sarananya diwadahi ke dalam lembaga baru yaitu Pusat Penataran dan Pelatihan Nasional (Pustarlatnas) Madiun yang berada di bawah pembinaan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendirian lembaga ini didasari oleh suatu kesimpulan bahwa rendahnya mutu pendidikan khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada waktu itu memiliki korelasi signifikan dengan kurang baiknya kualitas maupun kurangnya kuantitas guru. Pada tahun 1976 Pustarlatnas ditutup dan sebagai gantinya ditetapkan Lembaga Penyelenggara Penataran Guru (LPPG) yang di kemudian hari berubah nama menjadi Balai Penataran Guru (BPG) Nasional Madiun.
Pada tahun 1977 terjadi penggabungan BPG Nasional-Madiun ke dalam BPG Regional Surabaya yang berkedudukan di ibukota Provinsi Jawa Timur. Babak inilah yang merupakan awal berdirinya BPG yang telah tersebar di sebagian besar provinsi. Lembaga ini merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis dibawah Ditjen Dikdasmen yang pembinaannya dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan (sebelumnya bernama Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis).
Pendirian BPG tertuang dalam Keputusan Mendikbud (saat itu dijabat oleh Prof.Syaref Thayeb) No.0116/O/1977 tanggal 23 April 1977 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Penataran Guru dan Tenaga Teknis Nasional, Balai Penataran Guru dan Tenaga Teknis Nasional Tertulis, dan Balai Penataran Guru dan Tenaga Teknis. Untuk BPG Regional. Keputusan Mendikbud ini mencakup juga pendirian BPG Regional di Surabaya.
Pada saat yang sama, keluar juga keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 23 April 1977 Nomor :0117/0/1977 tentang pembentukan 3 BPG Nasional dan 4 BPG Regional di Medan, Padang, Jakarta, Semarang, dan Ujung Pandang. Pada tanggal 1 Oktober 1977 terbit lagi Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor :0438a/0/1977 yang menetapkan berdirinya 4 BPG Regional masing-masing di Ambon, Bandung, Banjarmasin, dan Palembang. Dengan demikian, dalam jangka waktu hanya satu tahun, pada akhir tahun 1977 terdapat 10 BPG Regional, yaitu di Surabaya, Medan, Padang, Jakarta, Semarang, Ujung pandang, Ambon, Banjarmasin, Bandung, dan Palembang.

Latar Belakang Berdirinya Balai Penataran Guru (BPG)

Sejak dicanangkannya pembangunan nasional tahun 1968, pembaharuan dibidang pendidikan sudah dimulai, terutama penyempurnaan kurikulum dan sarana penunjang pendidikan. hal ini merupakan kebutuhan mendasar mengingat telah terjadi kemajuan pesat dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Kebijakan pemerintah tentang pemerataan memperoleh pendidikan bagi anak usia sekolah memunculkan beberapa regulasi tentang pendidikan secara holistik baik mengenai instrumental input maupun enviromental input yang langsung berpengaruh terhadap proses belajar mengajar.
Kebijakan tersebut ternyata terkendala dengan ketrsediaan tenaga guru secara kualitatif maupun kuantitatif. hal tersebut disebabkan eksistensi guru tidak jelas sebagai dampak dari peristiwa G30 S PKI. Data menyebutkan banyak guru yang terlibat, hilang, diberhentikan dan tidak memiliki keweenangan mengajar. untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah mengangkat guru, namun kebijakan tersebut hanya untuk mengatasi masalah kuantitas tanpa mempertimbangkan latar belakang/ kualifikasi dan kompetensi guru. sehingga perlu ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan kualifikasi dan atau kompetensi guru terutama melalui penataran guru pada berbagai bidang studi oleh lembaga Pemerintah yang memiliki kewenangan.

Perubahan BPG Regional Menjadi BPG

Berdasarkan keputusan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 23 Juni 1978 Nomor: 0203/0/1978 BPG Regional berubah nama menjadi Balai Penataran Guru (BPG) yang merupakan unit pelaksana teknis edukatif pnataran guru dilingkungan Depdikbud yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Dirjen Dikdasmen. Pada saat itu yang diserahi tugas sebagai Kepala BPG adalah Suherman Djojonegoro, S.H. dari tahun 1978-1984 kemudian pada tahun 1984-1993 kepala BPG kepalai oleh Drs. Imam Soepandji, selanjutnya Kepala BPG diduduki oleh Bagus Purnomo, S.H sejak tahun 1993 s.d 1994, kemudian di tahun 1993-2003 BPG Surabaya dikepalai oleh Drs. Heru Muljanto, M.Si. 
Perkembangan selanjutnya eksistensi BPG diatur dalam keputusan Mendikbud Republik Indonesia ( saat itu dijabat oleh Prof. Fuad Hasan) tanggal 2 Mei 1991 Nomor: 0240a/0/1991 tentang organisasi dan tata krja Balai Penataran Guru. BPG mempunyai tugas melaksanakan penataran guru dalam berbagai bidang studi dan fungsi :
  1. Menyusun program pelaksanaan penataran
  2. Melakukan penataran seluruh bidang studi yang telah ditentukan
  3. Melakukan dukungan terhadap upaya perbaikan dan penyempurnaan pendidikan di provinsi
  4. Melakukan pelayanan dan penilaian terhadap pelaksanaan pnataran
  5. Melakukan urusan tata usaha dan urusan rumah tangga

BPG Sebagai Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)

Undang - undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang - undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah telah diberlakukan sejak tahun 2000.
Sejak saat itu ditengarai adanya berbagai persepsi tentang penyelenggaraan pendidikan nasional. disatu sisi perbedanaan tersebut telah memotivasi pemerintah daerah untuk saling berkompetisi dalam peningkatan mutu pendidikan, disisi lain hal itu tidak mustahil akan menimbulkan disparitas proses dan mutu pendidikan dasar dan menengah antar daerah otonom yang berimplikasi negatif terhadap pembangunan mutu pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Prediksi terhadap permasalahan di era otonomi daerah adalah terjadi kesenjangan proses dan mutu pendidikan antar daerah otonom sebagai akibat :
  • Warisan kualitas dan kuantitas guru yang tidak seimbang karena produk pemerintah yang sentralistik
  • Keragaman tingkat kepedulian dan komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan pendidikan
  • Kemampuan keuangan daerah (Karakteristik daerah)
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut dan guna menjembatani kebijakan pusat dengan daerah otonom di bidang pendidikan, maka perlu dibentuk lembaga quality assurance. hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sesuai dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 087/0/2003 tentang organisasi dan tata kerja LPMP. LPMP Provinsi Jawa Timur saat itu masih berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Dirjen Dikdasmen dengan Kepala LPMP Provinsi Jawa Timur saat itu Drs. Heru Muljanto, M.Si.

Demikian sejarah singkat LPMP Jawa timur berdiri sejak bermulanya BPG hingga menjadi LPMP